Thursday, June 22, 2023

Singkawang, Choi Pan dan Warkop Nikmat

June 22, 2023 0 Comments

 Saya termasuk orang yang jarang berwisata, bahkan ketika tempat wisata itu berada di kota domisili saya sendiri, belum tentu saya pernah mengunjunginya. Hehe, maklum anak rumahan, homebody lah istilahnya. Ke luar Indonesia, semuanya urusan pekerjaan/kantor, belum pernah sekalipun ke luar negeri untuk berwisata atau senang-senang. Nah, di Indonesia sendiri, kota yang penah saya kunjungi bisa dihitung jadi, 2 yang terjauh adalah Medan dan Singkawang (Pontianak). Keduanya saya kunjungi karena nikahan teman, hehe.

Ke Medan, perjalanannya tidak terlalu istimewa, seperti mengunjungi kota lainnya, turun pesawat, naik taxi/travel, lalu sampai di tempat tujuan. Nah, waktu ke singkawang, lebih spesial, karena ternyata masih sangat jauh dari Pontianak, tempat turun pesawat, selain itu, yang menikah di sana adalah sahabat syuper dekat, bisa dibilang soulmate, jadi sangat excited waktu itu datang ke sana. 😃

5 November 2019, kalau saya tidak salah ingat...

adalah tanggal pernikahan sahabat saya, sebut saja Aam, kurang lebih hampir 10 bulan setelah tanggal pernikahan saya sendiri. Bedanya, pernikahannya diselenggarakan di kota kelahiran pihak suami, yang mana adalah Singkawang. Tidak hanya sangat jauh TKP-nya, tapi hari pernikahannya pun di weekday, hari Selasa kalau tidak salah. Alasannya katanya supaya tidak banyak orang yang datang, sehingga menjadi pernikahan hemat 🤣 Monmaap, doski memang agak-agak...

Karena kita suka ceritaan, jadi saya dan suami sudah jauh-jauh hari mempersiapkan, mulai dari menabung, ambil cuti, berburu tiket pesawat, dll. Kami berangkat dari Bandung di hari Minggu subuh, naik travel menuju bandara Soekarno Hatta sekitar 2-3 jam. Lanjut dari bandara naik pesawat ke arah Pontianak (Bandara Supadio) sekitar 1-1.5 jam. Nah, biasanya kalau ke kota-kota lain, turun pesawat, lanjut naik taxi atau travel, durasi sekitar 1-2 jam atau maksimal 3 jam (misal jkt-bdg) dengan kecepatan standar, lalu sampai di tempat tujuan. Nah ini, setelah sampai di Bandara Supadio itu, sekitar tengah hari, lalu instruksinya adalah naik moda transportasi namanya Surya Express. Counternya memang tersedia di pintu keluar bandara.

Kartu Nama Surya Express
Kartu Nama Surya Express

Awalnya saya kira itu brand taxi atau semacam mobil travel, ternyata setelah dipandu, kami dibawa ke mobil pribadi yang terparkir tidak jauh dari pintu keluar bandara. Naik mobil itu, ternyata kami harus menunggu mobilnya cukup penuh terisi penumpang. Sekitar 1 jam menunggu, baru mobilnya jalan. Dan... ternyata jalanannya cukup jauh, total waktu yang ditempuh sekitar 4.5 jam dengan ada istirahat sekitar 30 menit sebanyak 1x. Jalanannya tidak terlalu lebar, mobilnya berjalan dengan kecepatan yang tinggi. Kalau di map sekitar 170an km. Jalannya di pinggiran garis pantai, pada beberapa titik yang cukup luang, kita bisa melihat pantai. Pantai atau laut apa tu ya namanya. 🤯

Karena lokasinya memang di pinggir laut, jadi udaranya memang gerah dan bau laut. Tapi pemandangan sepanjang jalan memang sangat jauh dengan kondisi hiruk pikuk perkotaan. Rumah-rumah tanpa yang terlihat dari jalan, halamannya super luas, masih ada pepohonan dan bunga-bunga. Desain rumah maupun warna catnya masih sangat sederhana. Jalanan juga sepi, seperti semua orang sedang berada di rumah untuk tidur siang. 😴

Ada Gereja juga, desainnya sederhana dan bersahaja

Sepii, seperti semuanya kompak tidur sore


Jenis tanaman yang ditanam di pekarangan juga ga macem-macem seperti di kota-kota besar. Ekor tupailah, ekor kuda lah, monstera lah, dan tanaman-tanaman lain yang susah-susah namanya. Di sini kalau halamannya ga ditanami, ya paling yang tumbuh rumput. Kalau pekarangannya ditanami, paling ditanami pohon mangga, pisang, rambutan, kelapa, dll.

Halaman Super Luas Tanpa Pagar dengan Pohon Pisang

Kami sampai di penginapan daerah Jl. Ahmad Yani Singkawang sudah sore banget, dan cuma istirahat sebentar, lalu malamnya diajak makan kwetiaw oleh calon pengantin (meskipun sudah nolak, karena harusnya mereka siap2), malah sempat dibelikan kue basah untuk cemilan, lalu diantar kembali ke penginapan, dan diberikan satu mobil pinjaman barangkali mau kemana-mana, sungguh therlalu memang.

Karena gerahnya, sukulen menjadi tanaman pilihan di penginapan, hihi.

Tanaman Sukulen di penginapan


Besoknya siang hari karena pengin minum yang segar-segar, saya dan suami iseng jalan-jalan ke tempat wisata yang dekat-dekat. Saya lupa nama tempat wisatanya, tapi tidak jauh dari penginapan. Gerah-gerah makan es cincau sambil lihat taman.

Bunga Bougainville di Taman

Jam makan siang, kami sempat mampir di sebuah mall terdekat, Singkawang Grand Mall, makannya di Solaria dan sempet juga beli lipstick karena kelupaan bawa lipen ternyata wkwk. Pilihnya ke Mall, karena adem, kondisi jalanan sungguh gerah meresahkan, mungkin karena belum terbiasa juga ya. 

Kemudian kami juga sempat kenalan dengan 2 rekan dari sahabat saya, yang baru datang dari luar Kalimantan juga, infonya sih mereka ber2 adalah teman seangkatan sahabat saya. Di hari ke2 itu, kami jalan-jalan bareng, dan sempat mengunjungi salah satu kedai kopi legendaris, Warung Kopi Nikmat. Lokasinya ada di area Jalan Sejahtera. Ambience nya sungguh klasik, selain dari ambience si warung kopinya, ambience sekeliling daerah tersebut juga terasa berbeda. Seperti ada kesan kota/wilayah pecinan. 

Warung Kopi Nikmat, Singkawang, 2019

Warung kopinya tidak terlalu besar tapi sepertinya selalu ada pelanggan. Saya cobain es kopi susu klasiknya, disajikan pakai gelas diberi alas piring kecil gitu. Kopinya enak sih, tipikal kopi robusta yang ga ada rasa asemnya. Harga juga ga terlalu mahal. Mereka sedia juga cemilan seperti kue-kuean. Yang unik dan menjadi resep rahasia, selain kopinya sepertinya si kental manisnya deh. Jadi ada satu rak gitu, isinya kental manis semua, untuk stok dan kita juga bisa beli wkwk. Mereka juga jual kopi dalam bentuk kiloan, saya sempat membeli juga untuk dibawa sebagai buah tangan.


Kental Manis yang Dipakai untuk Campuran Kopi Susu


Di hari H pernikahan Sahabat saya, paginya kami ikuti acara sakramen pernikahan di salah satu gereja (dekat situ juga). Selesai acara, karena resepsi baru diadakan malamnya, kami kembali ke penginapan, tukar baju, dan jalan-jalan kembali, hohoho. Siang itu kami mengunjungi salah satu tempat makan Choi Pan. Oh ya, di Singkawang ini, bahasa lokalnya semacam Hakka gitu ya, jenis bahasa Tionghoa gitu, bahkan ada beberapa tempat makan yang kami kunjungi, mereka hampir tidak mengerti bahasa Indonesia, thanks to menu. 

Tempat makan Choi Pan yang kami kunjungi modelnya rumahan gitu, benar2 dibuatkan semacam tempat makan di halaman rumah, Choi Pannya dibuat sendiri. Itu adalah kali pertama saya mengenal dan makan Choi Pan. Jadi Choi Pan itu seperti dimsum, tapi bentuknya khas, isinya bisa kucai, udang, atau bengkoang, dikukus dan di atasnya ditaburi bawang putih goreng yang harum. Kami pesan ketiganya, Kucai, Bengkoang, dan udang. Saya makan yang isi kucai dan bengkoang, dan suprised, cocok di lidah saya. eheheh.

Choipan Asyik, Fresh dari Dandang

Karena dibikin di rumah alias homemade, ketika kami pesan, penjualnya cukup menyalakan dandang kukusan, diberi alas, dan taruh Choi Pan yang sudah dibuat. Sambil menunggu kukusan selesai, kami lihat-lihat cara pembuatannya. Kalau dipikir-pikir seperti membuat mochi gitu. Setelah jadi, penjualnya cuma ambil kukusannya, lalu langsung ditaruh di meja makan. Kami diberi piring dan sumpit untuk memakannya. Sungguh sangat less waste.

Minumannya kami pesan es lemon. Pas datang dan seruput, agak-agak shock karena rasanya asam, manis, dan asin seperti ditambah garam. Rupanya ini memang minuman khas Singkawang, namanya Es Nammong. Terbuat dari jeruk kecil/jeruk purut/jeruk sambal diperas dan diberi gula seperti biasa. Tapi memang ada rasa asinnya sih, seperti dikasih garam, hehe. Segerrr banget minum itu. Penjual di sana kurang bisa bahasa Indonesia, jadi kurang bisa ditanya-tanya untuk eksplorasi. Hiekz...

Di depan halaman ada bunga unik. Bentuknya mirip Euphorbia tapi tidak berduri.

Bunga yang Unik



Bunganya Lucu Seperti Giwang


Dari situ pulang, istirahat di penginapan, dan malamnya ke acara resepsi. Acara resepsinya ramai, lebih banyak rekan/kenalan dari pengantin pria, karena memang kota kelahiran dan besar di sini sih. Saya disiapkan menu catering khusus vegetarian, super-super keterlaluan. Di saat sibuk begitu, si Aam masih saja repot-repot memikirkan preferensi temannya. #tersentuh 😥

Kami di situ lumayan lama, sampai acaranya hampir selesai malah. Karena selain ngobrol dengan Aam dan suami, kami juga akhirnya bertemu keluarga Aam. Kedua orang tua, dan kakak-kakaknya. Tidak lupa berfoto. hehe. Setelah itu, kami berpamitan untuk beristirahat di penginapan. Dan pamit juga pulang ke kota masing-masing.

Esok paginya cukup subuh, kami sudah berada di Surya Express lagi, menuju Pontianak. Saya dan Suami langsung ke bandara untuk menuju Jakarta, 2 teman yang lain memutuskan jalan-jalan dulu, sehingga kami berpisah seingat saya.

Di perjalanan dari Singkawang menuju Pontianak, sempat mampir makan indomie, lucunya dikasi jeruk peras, mirip jeruk untuk Es Nammong.

Indomi dengan Jeruk 


Sampai bandara Soetta sekitar tengah hari, lanjut perjalanan travel ke Bandung, dan sampai sekitar jam 4-5 sore, lalu beristirahat. Kalau dipikir-pikir, sepertinya itu pengalaman terakhir saya dan suami pergi jauh ke luar pulau berdua, selanjutnya sudah ada makhluk kecil yang harus dibawa-bawa. Hihi. Nanti saya ceritakan di postingan lainnya.

Apakah akan mengunjungi Singkawang lagi? probably yes. :) Let see.





Tuesday, June 6, 2023

Naksir Pertama

June 06, 2023 0 Comments

 Apa itu naksir pertama? Sebenernya pengin nulis cinta pertama, tapi pengalaman naksir pertama kali, itu di waktu SD (Sekolah Dasar) jadi mungkin itu bukan cinta ya tapi lebih ke yang populer disebut dengan cinta monyet. Daripada saru dengan istilah monyet 😛, mari kita sebut saja "naksir pertama".


Tubuh kita itu sangat unik. Panca indera, otak, enzim, hormon, organ tubuh,dll menentukan siapa diri kita, bagaimana cara kita berpikir, kapan kita marah, kapan kita kepengin makan, kepengin tidur, termasuk kapan kita mulai naksir sama lawan jenis.


Pertama kali ada perasaan naksir, itu di waktu SD, kalau ga salah mulai kelas 4 apa 5 gitu deh. Adalah seseorang di kelas inisial A, yang langganan jadi ketua murid. Ga tau gimana, mungkin kombinasi enzim dan hormon wakakak, saya itu penyuka laki-laki yang cerdas. Jadi si A ini selain langganan jadi ketua murid, doski juga langganan jadi peringkat 1 di kelas, jaman dulu kan identik banget ye anak laki-laki juara 1 jadi KM. Agak-agak lupa (maklum SD tahun 1995-2001, dah jadoel), sepertinya doski anak pindahan deh.


Foto diambil dari browsing, situs sekolahkita kalau taksalah


Awalnya biasa aja, tapi kok seneng gitu lihat doski, terutama pas udah keliatan banget kecerdasannya. Ditanya guru selalu jawab dengan betul, terus Rank 1 di kelas, semester depannya rank 1 lagi. Mulai deh jatuh hati. Ga pernah mudah dekat dengan anak laki-laki karena pemalu, tetapi dengan yang ini, perasaannya betulan campur aduk. Kebetulan rumah kami searah dan ke sekolah naik angkot. Kalau mau naik angkot agak-agak berharap seangkot sama doski. Tapi pernah suatu kali seangkot, groginya kanmaen, turun duluan, mau pamit aja, kata-kata kayaknya nyangkut di amandel, berujung turun duluan tanpa pamit.


Setiap hari senin suka ada pengecekan kuku sebelum masuk kelas, dan KM yang bertugas mengecek. Duuh, gemeterrr banget pas giliran saya nunjukin kuku/ 🥶 Kalau pas kuku panjang, terus harus digeplak tangannya, saya merasa geplakan doski tidak sekencang ke anak lainnya, fix 100% ini perasaan saja sih kayaknya.


Suatu hari di jam tidak sibuk, saya melihat doski dikerubungi teman-teman, rupanya lagi bagi-bagi souvenir. Ayahnya yang habis dinas luar ke Jepang bawa oleh-oleh berupa gantungan kunci warna emas dan hiasan tasel warna merah, unyu. Salah satu teman dari gank saya ikutan mengerubungi, meskipun telat. "Oi minta dong oi, mau juga akuuu." Teman yang satunya tidak kalah juga, ikutan minta, "Mau juga akuuu." Karena kumpulan sudah mulai bubar, si A menoleh, "waduu kamu telat deh ah, ini tinggal satu gantungannya, kalian ber4 (anggota gank kuper, termasuk saya berjumlah 4 orang) hompimpa ajaa, yang menang dapet nih, tinggal satu-satunya."


Jujur, saya bukan orang yang selalu bersemangat untuk mendapatkan hadiah, lebih cenderung ke pasrah sih. Tapi yasudahlah, karena diajak juga, jadi ikutan hompimpa, dan voilaa tak disangka-sangka, saya dong yang menang. wkwkwk. Uuuh, seneng banget deh, bawa pulang dan digantung di tembok kamar (sekarang pastinya sudah hilang entah kemana hihihi).


Kalau dipikir-pikir lucu aja gitu, bisa ada perasaan berbunga-bunga setiap hari kalau ke sekolah. Sampai pernah saya minta dibelikan tas sekolah yang mirip dengan punya dia. Susah payah meminta, akhirnya dibelikan juga oleh Mama dan Papa, dengan syarat saya cabut gigi gingsul (syuper pedih, pakai disuntik segala kelas 4 SD). 😖 Tapi seneng banget bisa punya tas yang mirip.


Salah satu yang bikin sedih meninggalkan sekolah dasar adalah harus berhenti bisa melihat doski setiap senin-sabtu. Masalahnya karena doski begitu cemerlang, doski bisa masuk sekolah SMP terbaik 5 besar di Bandung. Sedangkan saya, karena terjadi insiden nilai IPS jeblok (sains dan matematika di atas 8 semua tapi IPS 4) 😭, saya masuk SMP 5 besar juga, tapi dari bawah. 😭😭😭 Sungguh jauh berbeda nasib kami. Ngomong-ngomong soal IPS dapet nilai 4, beruntungnya saya pada jaman itu belum ada nilai batas minimum, karena kalau ada, maka saya tidak lulus SD. 😫 Saya memang sangat kepayahan dalam IPS dan IPU, RPUL berjilid-jilid juga tidak membantu rupanya.


Jadi kisah pertemuan dengan si naksir pertama, berakhir sampai di sini. Doski melanjutkan sekolah di SMP 14, lalu sempat berharap juga bisa di SMA yang sama, tetapi nasib juga belum mau mempertemukan lagi. Doski masuk SMA terbaik (SMA 3), sedangkan saya sudah jungkir balik tergopoh gopoh mumet belajar, baru mampu masuk SMA peringkat 8 (puji syukur sekarang peringkat 8 dari atas yaa, bukan dari bawah, wkwkwk). Lalu berkuliah, doski masuk ITB dengan membanggakan.


Sekarang? Doski sudah menikah dan memiliki anak yang lucu. Apakah perasaan naksir itu masih ada? Kalau dirasa-rasa, sepertinya perasaan naksir ini sudah berubah menjadi perasaan kagum saja, sesederhana penikmat puisi mengagumi pembuatnya, atau penikmat lukisan mengagumi pelukisnya.


Pengin dengar juga kisah naksir pertama dari orang lain. Kalau ada yang kebetulan baca, dan berkenan sharing, boleh ya cerita di komen. 😘


Thursday, January 28, 2021

Pantaskah Menyinggung Soal Jodoh, Pernikahan, Kehamilan, atau Kehidupan Orang Lain?

January 28, 2021 0 Comments
Sadar atau tidak disadari, menjadi orang dewasa adalah hal yang rumit. Tentu sudah banyak yang tahu kisah-kisah curhatan orang-orang yang merasa tidak pernah berhenti dituntut oleh society-yang-kurang-kerjaan, sebut saja netijen. 

Masih sekolah, dituntut segera lulus, sudah lulus dituntut segera dapat kerja, setelah dapat kerja dituntut punya pacar, dituntut lagi segera menikah, lalu dituntut punya anak, sudah anak 1 dituntut anak 2, dst. dst. Saya juga heran, kenapa society kita a.k.a. para netijen ini seperti kurang kerjaan. Apakah kurang rumit mengurus hidup sendiri sehingga perlu repot-repot menuntut di kehidupan orang lain?

Tapi sadar tidak? netijen itu bisa saja kita sendiri lho. Mungkin kita yang merasa rumit dengan hidup sendiri, lalu melirik kehidupan orang lain yang terasa berbeda, lalu sengaja atau tidak, berkomentar atau menuntut seperti tadi. Coba deh diingat-ingat, pernah tidak menyindir atau berkomentar negatif seperti ini:

"Hey sudah lama ga ketemu, udah kawin belum lu?"

"Sudah 3 tahun menikah dong ya? Kok belum ada bocah cilik nih."

"Itu si kakak, ngga dikasih adek lagi?"

"Kenapa belum hamil? Menunda ya? Mau fokus karir?"

"Makasih atas ucapannya, kapan nyusulnih?"

Setelah dipikir-pikir, mungkin inilah salah satunya orang di usia produktif (yang mana banyak tuntutan) sudah jarang ngumpul dengan teman-teman, dan inner circlenya makin kecil. Bagaimana tidak, sudah lama tak bertemu, ditanyanya seperti itu. Bukannya menikmati pertemuan, malah jadi kepikiran. :'(

Saya menulis begini bukan perkara omong doang, saya sendiri pernah mengalami tajamnya mulut netijen hahaha.

Sedikit curcol, waktu itu saya baru menikah selama sekitar 1 tahun. Tetangga seberang rumah, yang mana ibu-ibu entah perawat entah bidan gitu (maaf saya kurang suka kepo2) juga punya anak yang pengantin baru, kebetulan menikahnya lebih baru dan ternyata sedang hamil. 

Suatu hari, pulang dari berbelanja sayur mayur bersama suami, bertemulah kami, sama-sama di depan rumah. Saya hanya senyumi sambil mengangguk sopan. Ibu itu ternyata sedari tadi memperhatikan perut saya. Lalu mengatakan, "Kok perutnya masih kempes-kempes aja belum hamil?" Pada saat itu saya sedang hamil muda, sekitar 2 atau 4 minggu. Kalau diperbolehkan dan tidak melanggar tata krama, saya rasanya ingin mendekati ibu itu, lalu mencubit pipinya. Hahaha. Sekesal ituu. Beneran.

Ternyata sekolah tinggi dan berpendidikan, tidak menjamin seseorang tidak punya mulut netijen ya.

Saya yang dalam keadaan sudah hamil saja, merasa tersinggung sangat, dengan komentar/pertanyaan si ibu, lalu saya berpikir, bagaimana rasanya orang-orang yang sudah berusaha bertahun-tahun dan belum juga mendapat kesempatan untuk hamil, lalu mendengar pertanyaan sampah seperti itu? Pasti lebih sakit, lebih sedih, kesal, stress, dst. dst. Padahal salah satu cara untuk sukses hamil adalah tidak boleh stress.

Terus bagaimana nih? Semua orang seperti itu sekarang, lidahnya seperti netijen. 

Marilah kita mulai dari diri sendiri, berhenti mengomentari kehidupan orang lain, bertanya yang sifatnya menuntut. Selalu ada cara menyampaikan sesuatu dan berkomunikasi dengan cara yang lebih baik kok.

"Hey sudah lama ga ketemu, udah kawin belum lu?"
"Hey sudah lama ga ketemu, sibuk ngapain nih sekarang?"

"Sudah 3 tahun menikah dong ya? Kok belum ada bocah cilik nih."
"Sudah 3 tahun menikah ya? Duh semoga selalu bahagia dan damai terus yaa."

"Itu si kakak, ngga dikasih adek lagi?"
" Itu si kakak sudah besar ya, semoga jadi anak yg berbakti dan baik-baik terus sama ayah bundanya."

"Kenapa belum hamil? Menunda ya? Mau fokus karir?"
"Ah, keren sekali dirimu, karir tetap bersinar walau sudah tak single."

"Makasih atas ucapannya, kapan nyusulnih?"
"Makasih atas ucapannya, kudoakan kamu segera menyusul ya dan sehat-sehat selalu."

Kata-kata negatif bisa loh diubah jadi doa, yang tadinya menyakiti, jadi memberkati, yang tadinya kita dosa jadi pahala. :)

Terkait media sosial, tahu ga? Banyak orang yang meninggalkannya karena tidak tahan melihat postingan kerabat yang isinya seputar menikah, punya anak, karir bagus, dll. dll. Ya ada betulnya juga sih, contohnya kepengin punya anak, tapi masih berusaha, terus lihat yang postingan seperti itu, kalau mental dan hati sedang kurang kuat, bukannya ikut bahagia, jadi teringat kesedihan diri sendiri.

Karena mengingat hal ini dan mencoba memposisikan diri in others' shoes, jujur, saya sangat jarang memposting foto keluarga, anak, suami, atau hal-hal lain yang saya miliki. Salah satu prinsip yang saya anut adalah: Janganlah sering-sering posting apa yang kita punya dan belum tentu orang lain punya, seperti, pacar/pasangan, anak, karir yang bagus, dll dll. Kalau mau posting, postinglah bersama hewan peliharaan (lol), hobi kamu, bersama teman (semua orang belum tentu punya pacar, tapi pasti punya teman), dan hal-hal lain yang lebih minim menimbulkan kecemburuan sosial.

Untuk dokumentasi pertumbuhan buah hati, saya punya media sosial khusus. Jadi apa yang saya posting di akun saya, ya tentang saya saja, bersama hobi, hewan peliharaan, teman-teman, dst. dst. Mohon dinote, bahwa ini adalah prinsip pribadi saya ya, boleh banget kalau punya cara pandang yang berbeda, karena seperti yang orang banyak bilang, kalau ga suka kan tinggal unfollow atau mute posting. 

You have scars,
So do I,
Well, that's life

Mengenai pertanyaan pada judul tulisan ini, mari kita mendewasakan diri dan lebih peka, maka kita bisa menjawabnya dengan bijak.

Masing-masing dari kita punya kekurangan, punya luka yang tentunya bisa sakit kalau dicubit.

Mari belajar pada Maissy dari lagu cubit (https://www.youtube.com/watch?v=LSCe2hulcNE):
Jangan suka cubit-cubit,
Kalau nggak mau dicubit,
Itu nggak booleh,
Itu salah itu salah

Kalau ada teman-teman yang mengalami hal yang sama atau mau berbagi unek-unek, boleh loh ya di kolom komentar. :) Mari kita berbagi bersama. Saya akan menjadi pendengar/pembaca yang bhaique.

Inilah gambar tanaman Sansevieria a.k.a. lidah mertua, yang menurut saya lebih cocok diganti saja namanya menjadi lidah netijen.



Thursday, January 21, 2021

Ada Pohon Sakura di Bogor. Iya Gitu?

January 21, 2021 0 Comments
Lagi buka-buka galeri handphone terus menemukan beberapa foto pohon bunga Sakura yang sempat dikunjungi beberapa tahun lalu. Saya upload di sini ah, barangkali jadi inspirasi untuk dikunjungi, tentunya setelah pandemi Covid19 ini berlalu ya. Juga sebagai informasi, kalau Sakura juga ternyata bisa tumbuh di Indonesia :) 
 Foto-foto ini saya ambil di sekitar bulan Januari 2018 kalau tidak salah. Waktu itu ada acara jalan-jalan dari kantor, tempat di mana saya mencari rejeki. Singkat cerita ini jalan-jalan terpaksa, karena minta disponsori jalan-jalan oleh kantor, tapi tidak diapprove. Jadilah kami-kami ini karyawan yang sudah jengah bekerja tetapi ndak libur-libur, mengadakan acara sendiri ehehe. 

 Ada hal yang disayangkan dari acara jalan-jalan ini, yaitu mengunjunginya di musim hujan, jadi kurang poll gitu loh, jalanannya becek, licin, dan sempat kehujanan juga. Ehehe. 

 Baiklah, nama tempatnya adalah Kebun Raya Cibodas, letaknya di pinggiran kota Bogor. Waktu itu saya ke sana naik bis bersama rekan-rekan kerja. Asyik sekali karena bisa kenalan dengan anggota keluarga yang lain. Ada yang bawa anak, pasangan, dll. Waktu itu status saya masih single, jadi sendirian saja, duduknya bersama teman yang single juga ohoho. 

 Berangkat pagi-pagi sekitar jam 6.00 dari daerah Jakarta Selatan, sampai di Kebun Raya Cibodas sekitar jam 8.30. Perjalanan enggak begitu macetos, karena masih pagi kali ya. Bis parkir agak jauh dari pintu masuk, dekat semacam pasar kecil gitu. Ada yang jual kelinci (pengin beyi), hasil kebun, dan tanaman hias kayak farmer's market gitu, versi merakyat. Jalan sekitar 400 meter, lalu sampailah di pintu masuk. Sayang sekali saya tidak memotret pintu masuknya nih. Waktu itu karena musim hujan, jam 9an pun masih ada kabut tipis, yah kami-kami cukup terpana, maklum jarang lihat kabut di Jakarta, seringnya lihat kabut bis kota. Uhuhuhu... T_T' 

 Pintu masuknya enggak begitu besar, tapi pas masuk, langsung dihadapkan yang ijo-ijo, duhhh...
Ulala


Bagi pegawai di Ibu Kota, melihat hamparan hijau begini dan udara yang bersih itu kesan tersendiri. Merefresh otak banget, yang tiap hari lihatnya layar monitor, laporan keungan, menghirupnya asap knalpot dan debu jalanan produk macet.

Jalan kaki terus ke dalam, turut tebing dikit, ketemu danau kecil, duh cantiknya. Suhu airnya setara dengan air mineral yang sudah dimasukkan ke showcase.

Beningnya Seperti Air Minum


Bocah-bocah ga sabar main-main air, bahkan ada yang sudah persiapan banget bawa baju renang, lalu berenang-renang kecil. Semoga tydac masuk angin karena baik air maupun udaranya di bawah suhu normal Jakarta biasanya. Saya sih cari tempat kering, terus duduk sambil makan popmi dan jagung bakar yang dijual ga jauh dari situ.

Lihatlah ke Situ, Ada Tenda Penjual Jagung Bakar dan Popmi

Menuju pohon Sakura, kita harus menyeberangi aliran sungai ini, nyesel ga bawa sandal, jadi sepatu agak-agak basah kena air. Airnya jernih sekali sih, jadi gapapa deh. =P

Kayak di Manaa Gitu


Terus berjalan, nantinya danau tadi mengalirkan airnya ke sungai sempit ini. Waktu itu karena musim hujan, pengunjungnya sedikit sekali. Katanya, kalau lagi ramai, di kanan kiri sungai ini banyak orang pasang karpet dan berpiknik ria.

Ahem, Jangan Ganggu Ah

Nah, akhirnya ketemu juga dengan pohon Sakura. Penampakannya seperti pohon bungur ya, tapi minim jumlah daun. Awalnya agak was, was, apa ada yang lagi mekar? Kan sayang banget kalau ke mari tapi sedang tidak ada yang mekar. Dan, jajaja, ternyata memang ada yang sedang bermekaran, meskipun tidak begitu banyak hingga berguguran.













Bunga Sakura ini ternyata memang cantik, tapi saya endus-endus, tidak ada aromanya sih. Kalau diamati, bunganya ada yang berwarna pink tua, dan ada juga yang berwarna pink muda. Meskipun belum bisa ber-ohanami ria (menikmati keindahan bunga Sakura ala Jepang) dengan berpiknik sembari dihujani sepal-sepal bunga Sakura, melihatnya juga sudah merupakan pengalaman yang langka ehehe. Jadi, saya sih senang-senang saja. 

Setelah berpiknik sebentar, makan nasi kotak (tanpa bunga Sakura yang berguguran tentunya), kami pun beranjak pulang karena sudah mulai gerimis. Waktu itu sekitar pukul 1, sebetulnya masih betah sih, tapi mengingat hujan yang akan turun dan juga kemacetan yang semakin siang semakin uwow, kami pun memutuskan check out.

Pesan saya untuk teman-teman yang berkunjung ke tempat wisata, kita kan berwisata ingin menikmati keindahan, melepas penat, please, jaga keindahannya, jangan buang sampahmu sembarangan dan jangan merusak, supaya tetap indah. Kalau bisa, bertindaklah lebih manusiawi dengan mengambil sampah-sampah yang dibuang sembarangan oleh orang lain (yang kurang manusiawi karena bertingkah laku lebih rendah dari hewan, map kasar, sebal habisnya). Dengan begitu, tempat wisata tetap indah, dan kita juga mendapat kebaikan.

:)

Friday, September 18, 2020

Menanam Bunga Dahlia Dwarf Double Mixed

September 18, 2020 5 Comments

 Hello, lama tak posting hehehe... Semoga semuanya sehat-sehat selalu dan tetap aktif berkebun ya, supaya bahagia.

Kali ini saya mau berbagi pengalaman menanam bunga Dahlia. Waktu kecil, sering banget lihat bunga Dahlia di pekarangan tetangga, warnanya magenta, bunganya besar dan cantik, tapi tanamannya lumayan tinggi. Yah, karena ukuran tanamannya yg lumayan tinggi, jadi belum pernah kepikiran untuk mencoba menanam bunga Dahlia. Sampai akhirnya enggak sengaja nemu benih merek Mr. Fothergill's yang isinya benih bunga Dahlia Dwarf, Dwarf-nya ini yang jadi highlight ehehe, karena berarti kan enggak akan setinggi tanaman Dahlia biasanya. Terus cover-nya cakep lagi, bunganya warna-warni, karena mixed kan ya. Kayak gini nih kemasannya:


Kemasan Benih Dahlia Dwarf dari Brand Favorit, Mr. Fothergill's

Ok, karena kebiasaan semai banyak-banyak terus tanaman yang tumbuh lebih dari 1, dan akhirnya tak terurus, jadinya kemarin hanya tanam 3 benih. Dari 3 benih yang ditanam, ada 2 yang berhasil tumbuh. Lalu yang 1 tumbuhnya lebih pesat dari yang lain. Dalam waktu sebulanan, sudah bisa repotting dari pot diameter 8 cm ke pot diameter 10 cm. Oh iya, bagi yang kurang familiar dengan menanam dari benih, menanam dari benih itu kita harus sering-sering perhatikan akar. Apakah dia sudah keluar dari lubang bawah pot atau belom. Kalau sudah keluar, tandanya perlu repotting ke pot yang lebih besar 1 tingkat di atasnya, lalu jika sudah terlihat akar lagi, repotting lagi, begitu seterusnya hingga sampai pada ukuran pot ideal. Apaan si, kayak kurang kerjaan, langsung aja repotting ke pot yang gede. Nah, kalo langsung direpotting ke pot yang gede banget, biasanya akar jadi kurang kokoh dan kuat menopang tanaman, soalnya enggak seimbang antara akar yang cimit, sama media yang terlalu banyak. Coba aja.


Baby Dwarf Dahlia Usia Kurleb 1 Bulan

Karena katanya dia dwarf, saya pilih pot diameter 25 cm sebagai pot terakhirnya. Jadi urutannya 8, 10 dan 25 cm. Setelah dipindahkan ke pot diameter 25 cm, dia tumbuh pesat dan daunnya lebar-lebar, tapi sayangnya sempat kena serangan hama yang bikin daunnya ngelipet-lipet gitu ke dalem, jadi kurang cantik. Bahkan bunga pertamanya juga kena serangan, jadi mekarnya kurang sempurna uhuhu...

Ulala, Bunga Pertama

Tak tinggal diam, saya coba pindahkan lokasinya ke tempat yang lebih berangin, awalnya saya taruh di balkon lantai 2. Nah, setelah pindah lokasi, mungkin feng shuinya lebih bagus wakakak, dia membaik, bunganya makin banyak, daunnya udah nggak ngelipet-lipet lagi dan bunga mekar sempurna. Ah, senangnya. Ternyata warna bunga yang tumbuh enggak sama dengan warna yang ada di kemasan. Tak apalah, yang penting tetep cantik.


Dwarf Dahlia at Its Best Stage

Karena setiap abis berbunga, ngga bisa dapet biji dari bunga keringnya (entah kenapa), sempet nyoba stek, tapi gagal total wkwkwk, kayaknya ntar mau coba bongkar medianya untuk dapet umbi. Katanya kalo di negara 4 musim, biasanya orang menyimpan umbinya kalau udah mau masuk musim dingin, untuk ditanam lagi di musim semi/musim panas selanjutnya :)

Saya masih punya benihnya, kalau ada pembaca blog ini yang ingin coba menanam, saya bisa berikan hehe, tapi ongkos kirimnya ditanggung sendiri yaa. :D

Selain bunga Dahlia, ada bunga lainnya yang ingin sekali saya tanam, yaitu Rudbeckia atau Black Eyed Susan. Tapi udah berkali-kali coba, belum berhasil uga, uhuhu...

Ada yang sudah berhasil menanam bunga Rudbeckia kah? Bagi-bagi tipsnya dong.

Monday, January 6, 2020

Repotting Tanaman Bunga Vinca (Tapak Dara)

January 06, 2020 2 Comments
Repotting, apa sih itu?

Ketika menanam, terutama menanam dari biji dan sifatnya fast grower, mau enggak mau kita harus melakukan repotting, yaitu memindahkan tanaman dari pot yang sebelumnya memiliki ukuran kecil ke pot yang ukurannya lebih besar. Tapi kadang saya menerima pertanyaan dari teman-teman mengenai cara melakukan repotting. Markicob, mari kita coba lagi.

Kali ini saya akan melakukan repotting untuk tanaman Vinca saya yang sudah waktunya naik kelas. Bulan Agustus lalu, saya mendapatkan kesempatan untuk berkunjung ke Jogja menghadiri pernikahan keluarga. Waktu itu saya menginap di sebuah guesthouse minimalis, namanya Omah Sunflower. Saya lumayan suka penginapan ini. Karena letaknya di daerah yang cukup desa, dikelilingi sawah dan angin yang segar. Hehe... Nah, di sekitar penginapan, ada tanaman bunga Vinca, iseng intip, ternyata ada bijinya yang sudah masak. Saya bawa sebagai oleh-oleh untuk diri saya sendiri. Wek...

Saya semai di bulan September, pada bulan Desember, dia sudah mengeluarkan bunga pertamanya!

Tanaman Bunga Vinca

Beberapa minggu setelah mengeluarkan bunga pertamanya, tibalah saatnya untuk dia di-repotting. Salah satu ciri tanaman sudah bisa di-repotting adalah terlihatnya akar di bagian bawah pot. Nutrisi pada pot sudah tidak cukup memenuhi kebutuhan tanaman, sehingga akar terus mencari nutrisi hingga keluar dari lubang pot.

Akar Tanaman Menembus Lubang Bawah Pot
Apa saja bahan dan alat yang diperlukan? Ini dia:
- tanaman yang akan direpotting
- pot yang ukurannya lebih besar
- media tanam

Alat dan Bahan yang Diperlukan


Pot yang sebelumnya memiliki diameter 6 cm, untuk repotting, saya menggunakan pot berdiameter 9 cm, ukurannya lebih besar sedikit untuk menghemat tempat he he he... nanti kalau sudah diperlukan, akan saya repotting lagi ke pot yang ukurannya lebih besar. Pertama-tama, taruh sedikit media pada pot yang besar.


Taruh Sedikit Media untuk Menutupi Lubang Pot

Lalu pot lama berisi tanaman dibalik secara perlahan dengan posisi batang tanaman dijepit oleh jari telunjuk dan jari tengah.

Jepit Batang Tanaman dengan Jari Jemarimyu

Jungkir balik secara perlahan (dikasih alas yaa, biar ga mawur-mawur, saya pakai tray btw).

Balikkan Secara Perlahan
Setelah pot dalam posisi terbalik, dengan tetap menjepit batang tanaman, tekan-tekan atau pencet-pencet pot (nggg... ditepuk-tepuk dikit juga bisa) agar seluruh media lama keluar. Sebelumnya, media dapat dibasahi terlebih dahulu untuk mempermudah. 

Berdasarkan Pengalaman, Lebih Mudah Kalau Medianya Basah
Repotting yang baik, pada dasarnya dilakukan dengan tanpa (atau seminimal mungkin) mengganggu akar tanaman. Jadi, lakukan dengan pelan-pelan yaa, jangan barbar. Hehe... Selanjutnya, tanaman yang sudah ada di telapak tanganmu itu, ditaruh perlahan ke pot baru yang sudah dimasukkan sedikit media tadi. Untuk meningkatkan nilai estetika, tempatkan tanaman di posisi tengah ya.

Letakkan Tanaman Perlahan di Bagian Tengah

Selanjutnya udah gampang nih, kamu tinggal mengisi kekosongan dalam pot dengan media tanam yang baru. Oh ya, media tanam yang saya pakai adalah campuran pupuk organik ee kambing, tanah, dan sedikit sekam mentah. Mix well ya. Setelah potnya sudah berisi full media, selesai deh repotting. Jangan lupa siram dan letakkan di tempat teduh dulu selama 1-2 hari untuk memberi tanaman waktu pulih dari stress akibat repotting. Hohoho...


Voila
Repotting tanaman engga susah kok hehehe... kalau ada yang punya pertanyaan atau saran materi untuk postingan selanjutnya, plis plis tulis di comment. Hehe... Terima kasih telah membaca, jangan lupa dipraktikkan yaa. :)

Sunday, September 29, 2019

Pengalaman Menanam Bunga Verbena dari Benih

September 29, 2019 1 Comments
Berbicara soal Bandung, kota di mana saya paling banyak menghabiskan kehidupan dan waktu, banyak hal yang saya sukai darinya. Selain kota ini paling banyak memuat orang-orang yang saya sayangi (aciee), kota ini juga adalah salah satu kota yang ideal untuk tempat tinggal. Kelembaban udaranya yang cukup, enggak kota metropolitan banget tapi juga enggak susah kalau mau cari sesuatu, orang-orangnya bisa dibilang ramah (salah satu indikasi, kalo kasih senyum pasti disenyumin balik meskipun enggak kenal), makanannya enak-enak (banyak micin soalnya hohoho), dan yang enggak kalah penting adalah suhu udaranya yang manusiawi bahkan bisa dibilang cukup adem. Wah ini penting untuk mendukung aktivitas menanam. Nah, kali ini saya mau berbagi cerita tentang pengalaman saya menanam bunga Verbena.

Kalau belum familiar dengan bunga Verbena, apakah familiar dengan bunga lantana? Itu loh, yang biasa dijadikan tanaman pengisi border taman. Hehe... bisa search di google yaa bentuknya kayak apa pasti lebih familiar deh. Nah, bunga lantana ini memang termasuk keluarga Verbena. Seseorang memberikan benihnya sebagai hadiah cinderamata dari Australia. Mendengar tempat asalnya, udah minder duluan, skeptis bisa tumbuh di Indonesia. Tapi karena mengingat saudaranya si Lantana bisa tumbuh dengan baik di sini, akhirnya saya coba juga.

Penampakan kemasan dan benih Verbena

Benih yang saya coba adalah brand Mr. Fothergill's, salah satu brand benih favorite memang, karena mayoritas benih yang saya tanam, tumbuh hehe. Udah gitu logonya juga lucu, opa-opa farmer gitu (apasih). Jenis Verbena-nya Verbena Dwarf Compact Mixed. Benih saya semai di media semai yang terdiri dari campuran cocopeat, sekam bakar, tanah, sekam halus, dan sedikit pupuk kompos. Benih saya kubur di media tersebut dengan kedalaman kurang lebih 0.5-1 cm disiram setiap hari pakai sprayer. Dalam kurun waktu 2-3 mingguan (agak lama ya) muncul sprout. Happy banget karena kan awalnya skeptis. Tapi ada yang sedih, seiring berjalannya waktu, beberapa yang sudah sprout malah die entah kenapa sampai akhirnya tinggal 1 tanaman yang berhasil membesar. Tapi ya gitu daunnya kurang oke dan terlihat tidak ada harapan tumbuh sehat. Waktu itu kebun saya tinggal beberapa minggu ke luar kota dan dititipkan kepada ibunda tercinta. Suatu hari, saya mendapat pesan elektronik, bahwa muncul bunga aneh (yang belum pernah ibunda saya lihat). Setelah saya lihat fotonya, barulah ngeh kalau itu bunga verbena (sampe lupa loh karena putus harapan T_T).

Bentuk daun Bunga Verbena Dwarf Compact Mixed
Sampai rumah, langsung deh menengok kebun untuk lihat bunga verbena secara langsung. Kalau dilihat dari bentuk daunnya, agak beda sih dengna lantana yang biasa kita temui di sini. Daun Verbena Dwarf Compact Mixed ini lebih runcing ujungnya dibanding daun Lantana, selain itu daunnya nggak berbau tajam seperti lantana, padahal permukaannya sama-sama kasar dan agak berbulu. 

Bunga Verbena

Nah, kalau dari bentuk bunganya, kurang lebih sama dengan Lantana, hanya saja warnanya yang ini agak lain. Lantana yang biasa saya temui di indonesia warnanya putih, kuning, pink, orange, tetapi Verbena Dwarf Compact Mixed yang berhasil tumbuh ini, warna bunganya ungu!

Tanaman Verbena Dwarf Compact Mixed di Pot Diameter 10 cm

Kalau lihat dari kemasannya sih ya, ada warna lain, yaitu fuschia, maroon dan putih. Pengin coba tanam lagi, jadi ini benih masuk antrian tanam hehehe. Semoga di percobaan selanjutnya, tumbuh juga warna lainnya ya. Oh ya, tanaman ini dirawat oleh ibunda saya seperti tanaman-tanaman lainnya. Kena sinar matahari penuh (full sun), penyiraman sekali di sore hari.

Semoga Next Time Bunga Warna Lain Ikutan Tumbuh Juga

Kalau dilihat berdampingan begini, mirip lah yaa dengan aslinya yang dipajang di kemasan. Hehe... Sayangnya, waktu itu musim hujan, sepertinya tanaman Verbena ini kehujanan dan terlalu lembab, jadinya tidak selamat.(T.T) Besok-besok kalau berhasil, akan kulindungi dari percikan-percikan air hujan. Hehe.

Wajib Coba Tanam!

Yah... begitulah pengalaman saya menanam bunga Verbena. Pelajaran yang bisa dibawa pulang, jangan mudah putus asa dan hopeless mulai dari menunggu sprout sampai memeliharanya. Next time kalau saya berhasil lagi menanamnya, akan saya share lagi yaa di sini. Semoga tidak bosan membacanya dan bisa memotivasi para pembaca untuk juga mencoba menanam. Ehe ehe... Menanam itu menyenangkan! :)